Pa Lagan


    Pa Lagan diyakini merupakan pendiri dari kerajaan Aru(Ale, A-Lu, Arau, Ar�,Aru, Carrow, Garu, Gori, Guru, Harladji, Harlanj, Haraw, Haro, Haroharo, Hulu, Karau, Karaw, Kar��, Karo, Ta-Lo, atau Ya-Lu ) dan juga menjadi raja pertama dari kerajaan Aru. Aru(Karo: Haru), adalah kerajaan Karo Tua(Karo kuno) dan merupakan salah satu kerajaan besar dan kuat yang pernah berdiri di Pulau Sumatera, yang awal pusat pemerintahannya diyakini terletak di dekat Teluk Aru(sekarang: Kabupaten Langkat). 

     Seorang pujangga populer India bernama Brahma Putro, pernah menulis dalam bukunya �Karo dari zaman ke zaman�, bahwa: Kerajaan Aru(Haru) ini berdiri di awal-awal memasuki tahun Masehi(abad I), namun dalam tradisi suku Karo sendiri, kerajaan Aru(Haru) dipercaya berdiri sekitar tahun 628 M dengan raja pertamanya bernama Pa Lagan. Kisah kebesaran Pa Lagan ini juga tersirat dalam babat Sunda. Tahun 860 M(Ehe 175) Aru diserang Sriwijaya, namun tidak berhasil, akan tetapi, banyak penduduk yang pindah ke Al (Delitua) dan dataran tinggi Karo, mengakibatkan ibu kota berpindah ke pedalaman Al(Deli) dan karena saat itu terjadi perselisihan dan ketidak sepahaman tentang penempatan ibu kota kerajaan maka, dipercaya saat itulah Aru(Haru) terpecah menjadi beberapa kerajaan-kerajaan independen, baik di daerah pesisir maupun dataran tinggi Karo. Mungkin, pada saat inilah muncul sebutan "kalak jah�(Karo jah�)" yang berarati orang Karo dari jah�(hilir), ataupun sebutan kalak Dusun(dusun dipakai untuk mengambarkan wilayah antara dataran tinggi Karo dan pesisir pantai timur Sumatera). Berdasarkan pada catatan seorang pelaut Cina bernama Fahien yang melakukan perjalanan di tahun 414 M, Ya-lu(Aru/Haru) sudah ada walau tidak dijelaskan letaknya secara pasti. Dan, abad ke-9 M kembali muncul beberapa nama kerajaan seperti: Rami(Lamuri[-di] di Aceh), Balus(Barus), Jah�(Sriwijaya), Melayu, dan Harlanj(Haru/Karo). 

    Kerajaan Aru ini juga pernah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kerajaan terkuat di Pulau Sumatera selain Sriwijaya di Palembang. Hal ini terbukti karena walau sering berperang tetapi tidak dapat tertaklukkan, hal ini juga tergambar dalam sebuah karya sastra klasik Jawa yang tersohor dengan Sumpah Palapa: Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan/sumpah yang dikemukakan oleh Gajah Mada saat upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit , tahun 1258 Saka (1336 M). Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton yang berbunyi, sebagai berikut:


�Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira
Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun
kalah ring Gurun, ring Seran, Ta�jung Pura, ring Haru, ring Pahang,
Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti
palapa". )

hingga memasuki abad ke-19, Belanda mulai melakukan aksinya ke dataran tinggi Karo yang dengan jalan politik, karena Belanda sadar kalau dengan jalan kekerasan Tanah Karo dan rakyat Karo akan sulit untuk ditaklukkan, maka baru ditahun 1908M kolonial Belanda benar-benar berhasil menaklukkan Aru, dimana hal ini ditandai dengan kalahnya kerajaan Aru terakhir, yakni: Kerajaan Aru-Kuta Buluh(Kesebayaken Kuta Buluh) dan menjatuhkan hukuman kurungan seumur hidup kepada Sibayak(raja) Kuta Buluh: Sibayak Batiren Peranginangin(Pa Tolong). Dengan demikian semua wilayah Aru/Haru - Karo telah takluk oleh Belanda.



   Gelar ataupun penamaan Pa Lagan sendiri dalam cakap(bahasa) Karo memiliki arti: "kokoh". Ini, menggambarkan "Orang yang gigih" atau "keras/kuat dalam pendiriannya". Dimana, dalam tradisi penamaan atau pemberian gelar dalam tradisi Karo ditentukan dari kebiasaan, keahlian, sifat, dan jasa-jasa yang kepadanya diberikan gelar tersebut.


Post a Comment

أحدث أقدم