Magid Brahmana


Magidan Brahmana ataupun Magid Brahmana adalah seorang resi Brahmana yang datang dari daratan India kemudian menetap di Taneh Karo untuk mengembangkan ajaran sekte Maharesi Brgu Sekte Ciwi(salah satu ajaran Hindu).  Beliau diperkirakan sampai di Taneh Karo sekitar abad ke-16 M, dimana kuta(kampung) pertama yang dia datangi adalah Kuta Sarinembah sebuah wilayah kesebayaken(kerajaan) yang di-panteki(didirikan) oleh merga SembiringMeliala, dimana di kuta itu dia menemui seorang bekas muridnya yang dari kaum kesatria Meliala yang pernah berguru kepadanya saat masih di India.

Keberadaannya di Sarinembah diterima baik oleh rakyat dari kesebayaken tersebut, apalagi beliau yang notabene-nya adalah seorang pendeta Hindu,  yang tentunya sangat diterima baik oleh masyarakat Karo yang juga penganut ajaran Hindu yang dalam masyarakat Karo dikenal dengan ajaran Pemena(kepercayaan awal ataupun Senata Dharma).

Bersama muridnya dari kaum kesatria Meliala tersebut, Magid Brahmana kemudian melakukan perjalanan mengelilingi wilayah Taneh Karo untuk menyebarkan ajaran Hindu. Kuta pertama yang dikunjunginya adalah Talun Kaban(sekarang Kabanjah�) yang masuk dalam wilayah Urung XII Kuta(urung sepuluh dua kuta). Kedatangan mereka disambut baik oleh Raja Urung XII Kuta yang bergelar Sibayak Talun Kaban(sibayak: raja, si kaya, besar, gelar bangsawan Karo) yang ber-merga Karo-karo Purba. Karena kepandaian dan kebijaksanaan yang dimilikinya, maka kemudian Sibayak negeri Urung XII Kuta mengangkatnya menjadi guru mbelin(guru besar) serta penasehat pribadinya.

            Suatu hari, Sibayak Talun Kaban bercerita keluh kesahnya kepada Magid Brahmana, kalau dia sedang memiliki satu permasalahan dengan seorang guru mbelin yang bernama Guru Togan Raya( togan = menantang, melawan). Guru Togan Raya adalah seorang guru(orang yang memiliki kebijaksanaan dan kepandaian dalam banyak hal) yang simbisa(sakti mandraguna dan sangat ditakuti), yang berasal dari Kuta Raja(sekarang Banda Aceh, NAD). Beliau(Togan Raya), memiliki banyak hewan kerbau yang tidak digembalakan dan bebas berkeliaran ke kebun-kebun warga, sehingga warga merasa resah karena tanaman-tanaman mereka habis dirusak oleh kerbau-kerbau Guru Tagan Raya. Bukan itu saja, setiap tanah-tanah yang diinjak oleh kerbau-kerbaunya diklaem menjadi hak miliknya, namun tidak ada seorangpun yang berani menentangnya. Oleh karena itu, sibayak sangat mengharapkan kebijaksanaan Guru Magid Brahmana untuk menyelesaikan permasalahan ini. Maka, untuk itu, Guru Magid Brahmana bersama muridnya membuat tempat pajuh-pajuhen(pemujaan) dan ersudip(melakukan pertapaan) di juma-juma(ladang) rampasan Guru Togan Raya. 

           Suatu hari, ketika melakukan pertapaan, Guru Togan Raya datang dan mereka saling bertatap muka, namun tidak berkata apa-apa, tetapi mereka bertiga melakukan kontak batin dan saling er-tutur(berkenalan), ternyata saat melakukan kontak batin dan ertutur, Guru Magid Brahmana dan muridnya Sembiring Meliala adalah tutur anak beru(kelompok pengambil dara(wanita) dalam keluarga) dari Guru Togan Raya, sehingga mereka saling sihangkn(menghormati, sungkan, atau menyegani). Kemudian, Guru Magid Brahmana menuturkan maksudnya kepada Kalimbubu-nya(kelompok yang anak daranya diambil dalam keluarga) Guru Togan Raya agar beliau mengembalikan semua tanah-tanah rampasanya, dan dengan rasa hormat Guru Togan Raya bersedia mengabulkan permintaan kedua anak beru-nya itu.(untuk lebih jelasnya tentang apa itu kalimbubu dan anak beru, lihat berikut!).

            Dengan adanya kesepakatan dan perdamaian ini, rakyat Karo-karo Purba Urung XII Kuta beseta seluruh sangkep nggeluh(sanak-saudara)-nya menyambut dengan suka cita, maka mulai sejak saat itu hubungan antara merga Karo-karo Purba dan Karo-karo Ketaren sudah harmonis hingga sekarang dan tempat pajuh-pajuhen(pemujaan) itu kemudian dinamakan Barung-barung Berhala karena di tempat itu banyak ditemukan patung-patung pemujaan Guru Mbelin Magid Brahmana. Sekarang barung berhala itu disebut Kuta Berhala.

            Karena takut kedua Guru Mbelin itu akan meninggalkan kampung Talun Kaban, maka Sibayak menikahkan kedua guru mbelin itu dengan gadis terbaik dari keluarganaya, dan dari pernikahannya itu Guru Mbelin Magid Brahmana memperoleh tiga putra yang bernama Mecu Brahmana, Mbaru Brahmana, dan Mbulan Brahmana.  Berikut terombo dari Magid Brahmana menurut tradisi Karo!
            


Lihat juga

 

Post a Comment

أحدث أقدم