Danau Toba tanpak dalam peta. |
Danau Toba(Lake Toba) adalah danau terbesar di Indonesia, Asia Tenggara, bahkan di Asia yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, berjarak sekitar 176 km dari Kota Medan, dan dengan Pulau Samosir ditengahnya dengan luas sekitar 167 km2 dan merupakan objek wisata andalan dari provinsi tersebut. Adapun luas keseluruhan Danau Tobadiperkirakan sekitar 3.000 km2 yang sebagian besar terletak di Kabupaten Simalungun, Kabupaten Toba Samosir, Humbang Hasudutan, dan Kabupaten Karo. Danau ini sendiri terletak pada garis lintang dan garis bujur antara 98030� BT; 3005� LS serta 99020� BT; 2040 LS dengan ketinggian 904 meter di atas permukaan laut(dpl), serta kedalaman maksimal danau mencapai 505 meter.
Berikut legenda-legenda yang terkait dengan Danau Toba yang pastinya menambah keunikan dari danau yang dipercaya merupakan hasil letusan vulkanik yang diperkirakan terjadi sekitar 75.000 tahun lampau.
Legenda Danau Toba
Disebuah deleng api (gunung api) di Selatan Taneh Karo, berdiamlah sekelompok masyarakat yang terisolasi dengan dunia luar, dimana mereka hidup dengan cara berburu dan tinggal di gua-gua yang banyak ditemui di kaki gunung. Oleh masyarakat lainnya kaum ini disebut dengan bangsa umang(dalam cakap Karo: umang dipakai untuk menunjuk orang-orang diluar mereka yang masih primitive, pemakan kerang dan daging mentah, dan tiggal di gua-gua) ataupun Tarigan Umang(umang Tarigan).
Danau Toba tampak dari Kabupaten Karo |
Dan, diceritakan setelah itu, tiga orang keturunan Tarigan itu sampai di Tengging saat dimana daerah itu sedang mengalami gejolak oleh serangan Manuk Sigurda-gurdi (Jelmaan/siluman burung raksasa) berkepala tujuh yang suka menculik anak-anak gadis di wilayah itu. Mendengar ketiga keturunan Tarigan itu telah berada di Tengging(Tongging), maka Pengulu Tengging, Ginting Manik Mergana meminta bantuan kepada ketiga Tarigan (Tarigan adalah salah satu mergadari Merga Silima/merga-merga Karo) itu untuk mengalahkan Manuk Sigurda-gurdiyang telah lama meresahkan penduduk Tengging. Maka, dengan ber-umpankan seorang gadis perawan ketiga Tarigan itu memancing Manuk Sigurda-gurdi agar keluar dari sarangnya. Saat Manuk Siguda-gurdi datang menghampiri umpannya dan henda menerkam si gadis, salah satu dari Tarigan-pun keluar dan langsung meng-eltepManuk Sigurda-gurdi (eltep = sumpit beracun yang merupakan salah satu senjata Karo yang paling berbahaya yang dalam sejarah perang kemerdekaan juga sempat dipergunakan, salah satunya saat melindungi Wakil Presiden Moh. Hatta saat melakukan kunjungan ke Berastagi). Enam dari tujuh kepala terkena eltep-pan si Tarigan, namun satunya lagi dapat terhindar dari eltep-pan si Tarigan, dan Manuk Sigurda-gurdi mencoba berlari menyelamatkan diri dan bersembunyi. Si Tarigan kehilangan jejak dan sempat terkecoh, maka Tarigan yang lainnya dengan kemampuanya ertendong (telepati) berusaha menditeksi keberadaan Manuk Sigurda-gurdi, ternyata dia bersembunyi di balik dedaunan diatas pohn yang sangat besar dan dengan segera Si Tarigan lainnya-pun dengan kemampuannya yang cepat memanjat pohon segera melakukan serangan dan terjadilah pertarungan yang sengit antara Si Tarigan dan Manuk Sigurda-gurdi. Dengan bantuan Si Tarigan Pertendong yang menyalurkan tenaga dalamnya dari jarak jaug maka Manuk Sigurda-gurdi dapat ditaklukkan dengan tebasan pisau Si Tarigan yang mengenai kepala Manuk Sigurda-gurdi (- cerita ini sebenarnya menggambarkan tentang kejadian dimasa lampau, dimana di wilayah-wilayah Karo sering terjadi peperangan antar urung begitu juga dengan banyaknya beredar para gerombolan perampok yang mengakibatkan penawanan serta penculikan).
Beberapa generasi kemudian diketahui, keturunan dari Tarigan Pengeltep yang di Tong-tong Batu juga bermigrasi ke Juhar, dan dikenal dengan Tarigan Sibayak(Sibayak = raja, gelar bangsawan Karo, Si Besar) dan Tarigan Jambur Lateng. Mereka, juga dikenal dari rurun(nama kecil, panggilan)-nya, yakni: untuk Tarigan Sibayak dipanggil Batubagi anak laki-laki dan Pagit untuk anak perempuan. Sedangkan, untuk Tarigan Jambur Latengadalah Lumbung untuk laki-laki dan Tarik untuk yang perempuan. Beberapa generasi kemudian datang pula Tarigan Rumah Jah� dengan nama rurun Kawas untuk yang laki-laki dan Dombat bagi yang perempuan.
Itulah Legenda Terjadinya Danau Toba dan Si Tarigan (Si Raja Umang)menurut turi-turin (tradisi) leluhur Karo, yang mungkin jika ditelisik sangatlah memiliki keterkaitan dengan apa yang menjadi teori yang dipercayai oleh para ilmuan walau cara penyampaiannya berbeda. Hal ini menunjukkan bahwasanya, sejak dahulu peradaban masyarakat Karo itu sudah maju, sehingga cerita-cerita yang disampaikan-pun juga memiliki sudut pandang ilmiah untuk membangun logika berfikir, bukan hanya sekedar cerita yang menghibur. Semoga cerita ini dapat member inspirasi kepada pembaca atau setidaknya member hiburan. Hehehe�. ;-)
Mejuah-juah Danau Toba Simalem!
إرسال تعليق